Jumat, 30 November 2007

Seri: Princess Jihan


Princess Jihan

Keajaiban Basmallah

Princess Jihan baru selesai mengaji Al Quran ketika dua orang dayang masuk ke kamarnya.

“Princess Jihan, Baginda Raja meminta Princess segera menghadap. Ada hal penting yang harus segera disampaikan Baginda Raja,” kata seorang dayang.

“Terima kasih. Aku akan segera menghadap Ayahanda,” ucap Princess Jihan sambil berdiri. Ia lalu berjalan meninggalkan kamar menuju singgasana Raja Haedar di ruang tengah Istana Kerajaan Istiqlal.

Raja Haedar langsung tersenyum melihat kedatangan putri tercintanya. Dia meminta Princess Jihan duduk di dekatnya.

“Ada apa, Ayahanda? Apa Ayahanda memanggilku untuk menghukumku karena pagi ini aku membuka semua pintu sangkar burung di istana ini?” selidik Princess Jihan.

Raja Haedar tersenyum. “Tidak, Putriku. Apa yang kamu lakukan itu hal yang benar. Tidak sepatutnya burung-burung itu diam di dalam sangkar. Justru Ayah ingin berterimakasih karena kamu sudah mengingatkan kita semua,” kata Raja Haedar.

Princess Jihan tersenyum. Ia bangga memiliki ayah yang sangat bijak.

“Ayah sebenarnya memanggilmu bukan untuk urusan itu. Tapi ini mengenai undangan dari Istana Kerajaan Tabasyum. Raja Faisal dan Ratu Mohini mengundangmu untuk berakhir pekan di istananya bersama dua putri kembarnya,” jelas Raja Haedar sambil menjulurkan gulungan sutra berisi undangan khusus untuk Princess Jihan.

“Akhir pekan ini? Berarti lusa,” ucap Princess Jihan setelah membaca undangan itu.

“Ya. Apa kamu sudah punya rencana di hari itu?” tanya Haedar.

“Tadinya aku ingin mengunjungi panti-panti jompo di kerajaan ini. Tapi, kalau undangan itu penting, aku bisa menggantinya di lain hari,” kata Princess Jihan.

Raja Haedar mengangguk senang. “Kalau begitu bersiaplah. Ayah akan mengutus orang untuk menyampaikan pesan kesediaanmu dating ke Istana Kerajaan Tabasyum,” kata Raja haedar kemudian.

Princess Jihan kemudian kembali ke kamar diikuti dua dayang setianya.

“Dayang, apa yang kalian tahu tentang putri kembar Kerajaan Tabasyum? Aku sama sekali tidak mengenal mereka. Bahkan mendengar mereka pun tidak pernah,” tanya Princess Jihan.

Dayang berhias bunga mawar berkata, ”Aku pernah melihat mereka. Dua putri itu sama sekali tidak seperti saudara kembar. Yang satu gemuk sekali bernama Princess Fathiya, satunya kurus sekali bernama Princess Salimar. Bila sedang berdua, mereka seperti gulungan besar benang rajut dan jarum rajutnya.”

Dayang berhias bunga melati berkata pula,”Kalau aku cuma pernah mendengar bahwa kelakuan mereka menyebalkan. Ada saja ulah mereka yang membuat seisi istana kesal.”

“Mudah-mudahan Princess Jihan tidak diganggu mereka selama di sana,” harap Dayang Mawar.

“Kalau mereka macam-macam, tarik saja rambut mereka,” saran Dayang Melati.

“Hush, kamu malah memberi saran yang salah!” kata Dayang Mawar.

“Terus Princess Jihan harus bagaimana? Diam saja?” tanya Dayang Melati.

“Ceburkan saja mereka ke kolam buaya!” jawab Dayang Mawar.

“Itu lebih salah!” kata Dayang Melati.

Princess Jihan tersenyum lalu meminta dua dayangnya membantu membereskan untuk persiapan lusa.

Dua hari kemudian Princess Jihan berangkat menuju Kerajaan Tabasyum. Setelah hampir seharian berkereta kuda, ia tiba di depan gerbang istana yang megah. Di depannya terhampar taman bunga dan kolam yang sangat indah.

Princess Jihan disambut ramah oleh Ratu Mohini dan Raja Faisal.

“Kenalkan ini dua putri kembarku. Princess Fathiya dan Princess Shalimar,” kata Raja Faisal memperkenalkan.

Princess Jihan menyalami dua putri kembar itu. Ia kemudian diminta masuk ke dalam istana untuk upacara penyambutan. Saat itulah seisi istana memandang takjub melihat kecantikan Princess Jihan. Sungguh berbeda dengan dua Princess di istana mereka.

Melihat pemandangan tersebut, dua putri itu pun langsung merasa iri. Terbersit niat jahil di kepala Princess Shalimar.

Princess Shalimar berusaha berjalan sedikit di belakang Princess Jihan. Dia hendak mempermalukan Princess Jihan dengan menginjak gaun suteranya yang menjuntai ke lantai. Dia berharap Princess Jihan terjatuh karenanya.

Tapi ups! Kain sutra baju Princess Jihan sangat lembut dan licin. Sedangkan tubuh Princess Shalimar sangat ringan. Buuk! Malah Princess Shalimar yang akhirnya terjatuh.

“Oh Princess Shalimar tidak apa-apa, kan?” tanya Princess Jihan sambil membantu membangunkan Princess Shalimar. “Maaf bajuku kepanjangan.”

“Tidak apa-apa,” kata Princess Shalimar sambil berusaha berdiri.

Upacara penyambutan pun diteruskan hingga acara makan bersama di meja makan kerajaan yang panjang. Saat inilah Princess Fathiya giliran merencanakan sesuatu yang bisa mempermalukan Princess Jihan.

Princess Fathiya mengeluarkan tabung kecil dari balik gaunnya. Tabung itu berisi bubuk cabe yang jika dicampurkan ke makanan bisa membuat mulut siapapun terbakar. Saat melihat Princess Jihan lengah, ia segera memasukkan bubuk itu ke dalam mangkuk sup.

Princess Fathiya menutup mulutnya dengan jemarinya ketika melihat Princess Jihan siap menyendok sup. Tapi mendadak Princess Fathiya merasa sesuatu yang aneh di daluran pernafasannya. Dan Hatsyihhhhhh!

Bersin Princess Fathiya ternyata hampir mirip angin puting beliung. Semua yang ada di meja makan berterbangan tak karuan. Bahkan ada mangkok yang hinggap di kepala Princess Shalimar.

Olala! Ternyata Princess fathiya tidak sadar jika saat membuka tabung tadi ada bubuk cabe yang tercecer di jemarinya. Hingga ketika menutup mulutnya terhirup hidung dan membuatnya bersin.

Mangkuk sup Princess Jihan ikut terbalik sehingga ia tidak jadi menyuap sup ke mulutnya. Acara penyambutan pun berakhir akrena acara makan yang mendadak kacau. Princess Jihan pun diantar dayang-dayang ke kamar peristirahatan.

Sementara itu, Ratu Mohini meminta dua putri kembarnya menemuinya di kamar. Wajah Ratu Mohini tampak keras menahan kesal.

“Putri-putriku, Ibu tahu apa yang telah kalian lakukan terhadap tamu kita. Sungguh memalukan. Ibu mengundang Princess Jihan ke sini bukan untuk kalian permalukan, tapi Ibu ingin kalian belajar banyak hal darinya. Kalian bukan anak-anak lagi jadi harus segera banyak belajar dari banyak orang,” kata Ratu Mohini marah.

“Apa yang bisa kami pelajari dari dia?” tanya Princess Fathiya.

“Banyak. Coba lihat sosok Princess Jihan. Dia tidak hanya bersikap santun, tapi juga cantik. Tubuhnya indah walapun memakai kerudung. Tidak seperti kalian. Apa kalian pikir akan ada pangeran tampan yang akan meminang jika kalian terus seperti ini?” Ratu Mohini tetap kesal.

“Lantas apa yang harus kami lakukan?” tanya Princess Shalimar kemudian.

“Coba belajarlah darinya sehingga kalian bisa seperti dirinya. Catatlah semua ilmu yang kalian tahu. Jika sepulang Princess Jihan kalian tidak mengumpulkan catatannya kepada Ibu, kalian akan Ibu kirim sekolah di hutan selama sebulan,” kata Ratu Mohini.

“Ba ... baik, Bunda!” kata Princess Fathiya dan Princess Shalimar serempak.

Begitu Ratu Mohini keluar kamar, mereka langsung mengambil buku catatan kecil dan pena. Keduanya kemudian menemui Princess Jihan. Hampir setiap gerakan Princess Jihan ditulis oleh mereka.

Princess Jihan berganti pakaian, ditulis. Princess Jihan makan malam, dicatat. Princess Jihan bicara, dicatat. Bahkan Princess jihan tidur pun dicatat. Mungkin cuma saat ke toilet saja mereka tidak mencatat. Keesokan subuh ketika Princess Jihan bangun pun mereka sudah bersiap mencatat.

Hal itu membuat Princess Jihan bingung.

“Duhai saudari-saudariku, apa yang sedang kalian lakukan sebenarnya? Mengapa kalian mencatat setiap aku melakukan sesuatu?” tanya Princess Jihan.

“Kami sebenarnya ... hanya ingin tahu hal apa saja yang kamu lakukan sehari-hari,” jelas Princess Fathiya.

“Memangnya kenapa?” tanya Princess Jihan.

“Kami ingin sepertimu. Cantik dan bertubuh indah. Tidak terlalu gemuk ataupun terlalu kurus seperti kami,” kata Princess Shalimar.

“Kami sudah mengamati cara makanmu. Ternyata makan yang kamu makan juga sama dengan kami,” kata Princess Fathiya.

“Oooh ... itu!” Princess Jihan tersenyum. “Sebenarnya ... rahasiaku adalah mengucapkan sebuah kalimat yang diajarkan ayahku setiap hendak melakukan sesuatu.”

“Kalimat rahasia? Apakah itu mantra ajaib?” tanya putri kembar itu.

“Bukan mantra. Tapi bacaan basmallah!” tegas Princess Jihan.

“Hah! Basmallah???” Dua putri itu kembali kaget.

“Iya. Maksudku Bismillahirahmanirahim. Yang artinya Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kata ayahku, setip kali kita mengerjakan sesuatu dengan menyebut nma Allah, berarti kita selalu mengingat Allah. Nah, jika kita selalu mengingat Allah, maka Allah pun akan senantiasa mengingat kita. Sehingga kita selalu dikasihi dan disayang Allah.”

Putri kembar itu manggut-manggut mendengarnya.

“Misalkan mau makan, jika kita baca basmallah maka kita akan doilindungi Allah dari godaan setan perut,” kata Princess Jihan.

“Setan perut?” Princess Fathiya bingung.

“Iya. Setan ini sering memakan makanan yang kita makan, hingga akhirnya tubuh kita selalu kurus. Setan ini juga sering membuat perut kita terus lapar meski sudah makan. Akhirnya kita terus-teruisan ingin makan, sampai tubuh kita gendut,” tambah Princess Jihan.

Princess Fathiya dan Princess Shalimar langsung tertunduk malu.

“Kata ayahku, ketika kita mau berpergian jika membaca basmallah akan dilindungi Allah dari segala marabahaya.”

“Jika kita mau berpkaian juga membaca basmallah agar baju yang kita pakai benar-benar bisa melindungi tubuh kita.”

“Pokoknya untuk segala kegiatan aku selalu mengucapkan basmallah sebelum mulai,” tegas Princess Jihan.

“Terima kasih atas penejalasanmu. Mulai sekarang kami tak akan lupa membaca basmallah sepertimu,” kata Princess Fathiya dan Princess Shalimar.

Mereka bertiga kemudian bermin bersama. Tak ada lagi rasa iri di hati Princess Fathiya dan Princess Shalimar. Apalagi Princess Jihan juga mengajarkan hal yang berkaitan dengan sopan santun kepada mereka.

Esok harinya ketika Princess Juihan kembali ke istananya, Princess Fathiya dan Princess Shalimar merasa sedih. Mereka berjanji akan balas mengunjungi istana Kerajaan Istiqlal.

“Pokoknya, kutunggu kedatangan kalian ya! Assalamualaikum!” seru Princess Jihan sambil melambaikan tangan di jendela kereta kuda.

“Waalaikumsalam!” seru semua yang mengantar.

Setelah kereta kuda menghilang dari pandangan, Princess Shalimar dan Princess Fathiya mendekati ibu mereka.

“Ibu, ini catatan dari kami seperti yang Ibu pinta,” kata Princess Fathiya dan Princess Shalimar.

Ratu Mohini tak sabar membacanya. Ketika gulunga kertas ditangannay terbuka, Ratu Mohini hanya membaca sebris kalimat basmallah yang ditulis dengan indah oleh kedua putri kesayangannya.

Bismillahirahmanirahim

^_^

Tidak ada komentar: