Jumat, 30 November 2007

DONGENG: Princess Alika


Princess Alika

Oleh Benny Rhamdani

Di kerajaan Hamesha tinggal seorang puteri cantik bernama Alika. Rambutnya panjang terurai dan matanya besar. Hobinya adalah melukis. Sebenarnya, Alika punya banyak hobi, misalnya membaca, menari, nonton drama, tapi yang paling disukai adalah melukis.

Pagi hari setelah sarapan, Alika bisaanya langsung meminta para pelayan membawa peralatan lukisnya ke suatu tempat. Bisa di balkon istana, di taman, atau di dalam istana. Yang merepotkan kalau Alika ingin melukis keadaan di luar istana. Misalnya tiba-tiba ingin melukis pasar. Wah, pasukan kerajaan pun harus ikut untuk mengamankan Alika.

“Puteriku, bukannya Ayah melarangmu melukis. Tapi janganlah membuat orang lain repot kalau ingin melukis,” ujar Raja Hamesha beberapa kali.

“Ayah, sebenarnya aku tidak meminta para pelayan dan pengawal itu terus mengikutiku melukis. Aku lebih suka pergi melukis sendiri tanpa dikawal prajurit istana. Cukup ditemani satu pelayan saja,” kata Alika.

“Tentu saja tidak bisa begitu. Kecuali kamu melukis di dalam istana. Kalau di luar istana, kamu tetap harus ditemani para pengawal,” kata Raja Hamesha.

Alika mengeluh kesal dalam hatinya. Sebenarnya, ia tidak suka kalau melukis di luar istana diikuti para pengawal. Suasananya jadi tidak seperti bioasanya. Tidak alami. Suasana pasar misalnya. Jadi sangat tertib dan para pedagang berwajah ketakutan karena ada pengawal. Hm, padahal Alika ingin melukis pasar yang sebenarnya.

“Ah, nanti malam aku ingin melukis kehidupan malam di perkampungan rakyat. Hm, tapi aku tidak ingin dikawal prajkurit istana. Bagaimana caranya ya?” pikir Alika kemudian.

Aha! Akhirnya Alika menemukan satu cara.

Setelah makan malam, Alika langsung menuju kamarnya. Ia lantas mendirikan alat lukis di dekat jendela kamar, juga guling yang dipakaikan bajunya. Dari kejauhan tampak seperti Alika yang sedang melukis di jendela kamar. Setelah itu Alika mengendap-endap ke luar istana sambil membawa peralatan lukisnya.

Alika menemukan satu jalan rahasia dari perpustakaan istana menuju ke sebuah menara di perkampungan. Walau sedikit gelap dan bau lembab, Alika mennyusuri lorong gelap itu. Ufh Akhirnya ia menaiki tangga, menuju pintu menara tua di tengah perkampungan. Ia merasa lega ketika tak ada seorang pun yang melihatnya.

“Tapi apa yang harus kulukis, ya?” tanya Alika dalam hati.

Alika memperhatikan rumah-rumah di sekelilingnya. Kemudian, Alika memutuskan untuk memerhatikan rumah-rumah itu dulu, baru melukisnya. Ia ingin melihat-lihat dulu dari jendela rumah-rumah itu, siapa tahu ada hal yang menarik untuk dilukis.

Di rumah pertama, Alika melihat seorang nenek tua tengah terbaring kedinginan. Sepertinya ia membutuhkan baju hangat yang tebal, juga selimut. “Ah, dia juga butuh kaos kaki dan minuman hangat. Mungkin juga kayu bakar untuk menghangatkan ruangan. Kasihan sekali. Apakah dia tidak punya anak seorang pun?” tanya Alika dalam hati.

Di rumah kedua, Alika melihat seorang ibu yang tengah kerepotan mengurus lima anaknya yang masih kecil-kecil.

“Sabarlah, sebentar lagi ayah kalian datang membawa makanan. Ibu juga sudah dua hari tidak makan. Sabar ya …,” kata Ibu itu.

Tak lama kemudian seorang lelaki masuk rumah. Itu ayah mereka. Dia mengeluarkan sepotong roti berukuran kecil. Sang Ibu membagikan roti itu untuk lima anaknya. Ibu itu sama seklai tak kebagian secuil pun.

Alika melongok lagi ke rumah ketiga. Di rumah itu ia melihat sepasang suami isteri tinggal berdua. Mereka berpakaian tebal yang bagus. Di segala penjuru rumah ada makanan enak. Tubuh suami isteri itu juga gendut seperti yang habis makan semua yang ada di meja makan.

Alika melongok ke rumah lainnya. Ada anak yang terbaring sakit, ada dokter yang sedang enak-enak makan, ada wanita muda yang tidur dengan tubuh perhiasan, dan banyak lagi pemandangan yang disangka Alika.

Setelah puas, Alika kembali ke menara tua. Ia tak jadi melukis tetapi malah kembali ke kamar.

Sejak malam itu, Alika jarang ke luar kamarnya. Raja Hamesha jadi cemas. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan diri puterinya.

“Puteriku, apakah Ayah terlalu kasar padamu, sampai-sampai kamu mengurung diri di kamar terus?” tanya Raja Hamesha.

“Ayah, aku ingin melukis di kamar selama sebulan ini. Tolong jangan diganggu. Nanti setelah sebulan, aku akan mengadakan pameran lukisanku, untuk semua rakyatku. Boleh kan, Ayah?” tanya Alika.

Raja Hamesha menggut-manggut.

Sebulan kemudian Alika menyelesaikan lukisannya. Ia pun memamerkan karya lukisnya di di sebuah gedung yang boleh dikunjungi semua penduduk.

Banyak orang yang kaget melihat karya lukis Alika. Apalagi ketika tahu yang dilukis adalah diri mereka.

Raja Hamesha juga kaget sekaligus terpukul hatinya. Ternyata, selama ini ia tak pernah melihat langsung keadaan rakyatnya. Diantara rakyatnya yang kaya dan sejahtera, masih ada beberapa rakyat yang hidup miskin.

“Puteriku, kamu telah membuka mataku lewat lukisanmu. Mulai saat ini, Ayah akan lebih memerhatikan rakyat lagi,” janji Raja Hamesha.

Alika tersenyum. Ia senang lukisannya bisa menggugah perasaan banyak orang. Bukan sekadar lukisan semata-mata untuk kepuasan pribadinya lagi.

^_^

Tidak ada komentar: