Selasa, 11 September 2007

#3 : Penghuni Rumah Kosong


Penghuni Rumah Kosong

Oleh Benny Rhamdani

“Aku yakin di rumah itu ada penghuninya?”

Malik dan Arya langsung memandang ke sebuah rumah di atas bukit. Dari tempat mereka duduk, rumah itu tampak kecil.

“Tapi kita semua tahu, rumah itu sejak lama kosong,” kata Malik sambil menoleh ke arah Joko.

Ada orang yang pernah melihat cahaya di malam hari di rumah itu,” kata Joko menegaskan berita yang disampaikannya.

“Menurut ayahku, rumah itu sengaja ditinggal pemiliknya setelah keluarganya meninggal dalam suatu kecelakaan. Pemiliknya pindah ke kota lain, lalu rumah itu hendak dijualnya. Tapi tidak ada yang mau membeli rumah itu,” sambung Arya.

“Ya itu sebabnya rumah itu kosong dalam waktu yang lama. Aku malah mendengar pemiliknya sudah pindah ke Belanda karena memang keturunan Belanda,” sambung Malik.

Mereka memang tidak mengenal betul keluarga pemilik rumah itu. Para penghuni rumah itu hampir tidak pernah terlihat keluar rumah atau bergaul dengan masyarakat sekitar. Hanya sesekali terlihat rumah itu didiami sebuah keluarga terdiri dari sepasang ayah dan ibu berdarah campur kulit putih, dan dua anak mereka. Sebuah kecelakaan terjadi setahun silam, yang selamat hanya ayah mereka.

“Bagaimana kalau kita masuk ke rumah itu untuk mengetahui bahwa rumah itu benar-benar kosong?” ucap Joko.

“Ah, kamu ada-ada saja. Apa untungnya?” kilah Malik.

“Kamu takut ya? Takut kalau rumah itu ada makhluk halusnya,” serang Joko.

“Sejak kapan aku jadi penakut?” Malik tak mau disebut penakut.

“Aku juga penasaran. Bagaimana kalau kita ke sana sekarang?” ajak Arya.

“Bagaimana kalau besok saja? Lebih siang lagi. Sekarang sudah sore. Hampir magrib,” ucap Malik.

1 0“Kalau kamu tidak mau ikut tidak apa-apa. Tapi aku tidak mau lagi berteman denganmu,” kata Joko sambil meloncat turun dari dahan pohon yang sejak tadi didudukinya.

Arya ikut melompat ke tanah. Begitu pula dengan Malik. Mereka bertiga berjalan menapaki jalan setapak menuju bukit kecil itu. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah besar yang telah ditumbuhi ilalang. Jarak rumah itu ke rumah lainnya cukup jauh. Belum lagi pagar halaman yang tinggi. Tidak heran jika jarang orang yang mengenal penghuni rumah itu.

Joko berusaha membuka pintu rumah itu. Tapi terkunci. Arya berusaha mencari celah untuk masuk.

Lewat sini. Ini ada besi pagar yang rusak. Kita bisa menerobos lewat sini,” ujar Arya.

Ketiganya kemudian menerobos masuk. Joko paling depan, disusul Arya, dan Malik di bagian belakang.

“Kita berpencar saja mencari jalan masuk. Kalau ada yang menemukan segera beritahu yang lain,” usul Joko.

Malik mengangguk walau ragu, sementara Arya mengangguk mantap.

Arya langsung menaiki tangga beton di sisi rumah. Malik ke bagian kanan, sementara Joko ke sisi kiri.

“Wah jendela ini terkunci,” gumam Joko ketika berusaha membuka sebuah jendela.

Joko kembali berjalan. Akhirnya dia menemukan sebuah pintu di bawah menuju ke ruang bawah tanah. Joko langsung membuka pintu yang ternyata kuncinya sudah rusak.

Suasana gelap dan aroma lembab langsung menyambut Joko. Hanya sedikit cahaya yang masuk ke tempat itu. Joko sengaja tidak menutup kembali pintunya agar cahaya tetap masuk.

“Hm, ini pasti gudang,” pikir Joko sambil terus masuk. Dia melihat berbagai peralatan yang sudah berdebu ketika dipegangnya.

Joko akhirnya menemukan pintu yang sepertinya mengarah ke dalam rumah.

“Aku langsung masuk atau memanggil Arya dan Malik dulu ya?” pikirnya.

Setelah menimang-nimang sebentar, Joko memutuskan masuk. Ia membuka handel pintu dan mendorongnya. Pintu terbuka! Joko mengintai sesaat. Ternyata benar, pintu itu menghubungkan dengan ruang belakang rumah.

Joko melangkah masuk. Terus ke ruang tengah yang megah. Begitu melihat tangga menuju lantai dua, Joko langsung menapakinya. Tapi baru beberapa anak tangga, tiba-tiba Joko melihat bayangan bergerak di lantai atas. Dan muncullah …

“Tolong!!!” Joko memutar tubuhnya lalu berlari. Tapi dia tersandung dan terjatuh. Buk! Kakinya langsung kram tak bisa digerakkan.

“Tolong …. Tolong!” teriak Joko. Telinganya menangkap suara mendekatinya. Dan Joko langsung tak sadarkan diri ketika sesuatu menyentuh pundaknya.

Saat sadar, Joko menemukan dirinya terbaring di kasur yang empuk. Dia juga melihat dua sahabatnya duduk di dekatnya. “Di mana kita?” tanyanya bingung.

“Tenang saja dulu. Kita dalam keadaan aman,” kata Arya.

“Aku bingung orang seberani kamu kok bias pingsan?” sindir Malik.

“Aku tadi melihat … hantu,” kata Joko.

“Tidak ada hantu di sini. Rumah ini ternyata memang tidak kosong. Ada penghuninya. Tapi bukan hantu,” kata Malik.

“Ya, memang tidak ada hantu di sini,” tiba-tiba muncul seorang pria dewasa sambil membawa secangkir sirup untuk Joko. “Minumlah dulu biar segar. Maafkan tadi Bapak sudah mengagetkanmu.”

Joko meminum limun itu meski bingung.

“Beliau ini adalah Pak Hansen. Pemilik rumah ini. Sebulan sekali beliau datang ke sini untuk memeriksa rumahnya. Nah, kebetulan tadi kita masuk saat beliau ada di rumah. Aku bertemu dengan beliau di garasi sedang membersihkan mobilnya ketika aku mengitari rumah. Lantas aku menemui Arya di tangga. Pak Hansen lalu mengajak kami masuk lewat tangga itu. Saat itulah lalu Pak Hansen melihat kamu menaiki tangga di dalam rumah. Lalu kamu malah menjerit dan pingsan,” papar Malik.

Muka Joko langsung memerah karena malu. Tadi dia memang tidak melihat jelas bayangan di lantai atas. Tapi perasaan takutnya telah membuatnya berpikir itu adalah bayangan hantu.

“Yuk, kita pulang! Sudah mau magrib. Nanti orangtua kita malah mencari-cari kita,” ajak Malik kemudian.

“Ya, pulanglah dulu. Besok main saja ke sini lebih siang. Bapak sangat senang jika ada yang main ke sini.”

Mereka bertiga pamit pulang. Setelah agak jauh, tiba-tiba Joko teringat suatu hal yang aneh.

“Aku heran pada satu hal. Bagaimana Pak Hansen bisa masuk ke rumahnya itu tanpa meninggalkan jejak?” ucap Joko.

“Maksudmu?” tanya Malik.

“Pak Hansen pasti datang ke rumahnya itu dengan mobil. Nah, saat tadi kita melewati pintu pagar, aku sama sekali tidak melihat bekas jejak mobil. Harusnya ada rumput yang terlindas. Tapi semua rumput masih berdiri tegak.”

“Jangan pikir yang macam-macam ah!” ucap Arya. “Kamu bikin aku merinding nih.”

“Kita tanya saja besok kalau menemuinya lagi. Bagaimana kalau kita ke rumah itu lagi besok siang?” ajak Joko.

Arya dan Malik mengangguk setuju.

Tapi saat malam tiba, mereka beritga berubah pikiran. Mereka sama-sama tidak ingin lagi ke rumah itu. Karena malam harinya, mereka melihat rumah kosong itu sangat gelap gulita. Tak ada tanda-tanda bahwa Pak Hansen tinggal di rumah itu. Ya, bagaimana mungkin orang akan betah tinggal sendirian di rumah besar dan gelap gulita itu.

Menurut kalian bagaimana?

^-^

Sabtu, 08 September 2007

#2 : Seri Mimi Kribo: Kaos Singlet Ajaib


Serial MIMI KRIBO

Kaos Singlet Ajaib

Oleh Benny Rhamdani

Gara-gara sering nonton sinetron Eneng dan Kaos Kaki Ajaib, Topan sering ngobrol dengan kaos kakinya. Padahal kaos kaki itu baunya minta ampun. Eh, Topan malah ngajak ngobrol dekat-dekat hidungnya.

“Kaos kaki, tolongin aku dong. Besok ulangan matematika susah banget. Bantu aku kasih bocoran soalnya ya,” kata Topan.

Tentu saja kaos kaki itu tidak dapat memenuhi permintaan Topan. Jelas itu kaos kaki bukan kaos kaki ajaib. Tapi kaos kaki bulukan. Boro-boro membocorkan soal ulangan matematika, ngomong saja tidak mungkin. Paling yang bias hanyalah menebarkan bau tidak sedap.

Mimi yang tinggal bertetangga dengan Topan jelas khawatir dengan tingkah lakunya. Sebagai teman sekaligus tetangga yang baik, Mimi tidak mau Topan bertingkah aneh. Alasannya ada dua. Pertama, Mimi bakal malu bertetangga dengan teman yang aneh. Kedua, Mimi takut ketularan. Sebab belum ketularan saja, Mimi sudah dianggap aneh oleh teman-temannya.

“Panto, sadar dong. Jangan ngomong sama kaos kaki itu. Iu bukan kaos kaki ajaib kayak di sinetron,” kata Mimi memberi nasehat.

“Namaku Topan, bukan Panto. Kalau dalam bahasa Sunda kan artinya Panto itu pintu,” protes Topan.

“Lho, apa bedanya kamu sama pintu? Kalian sama-sama nggak pernah mau dengar kata-kataku,” kata Mimi sambil menarik bagian rambut kribonya yang di depan, berharap agar tiba-tiba ia punya poni lurus sepanjang lima senti. Belum ada yang seperti itu, kan?

“Ya, sudah. Aku tambah tidak mau ngomong dengan kamu. Mendingan ngomong sama kaos kaki ajaibku saja,” kata Topan.

“Iya deh, Topan. Ngomong-ngomong kenapa sih kamu suka ngobrol atau mohon sesuatu sama kaos kakimu itu?” Tanya Mimi.

“Ya, siapa tahu kaos kaki ini ajaib dan dapat membantuku,” jawab Topan.

“Hm, setahuku, kita tuh hanya boleh memohon sama Allah saja.”

“Tapi di sinetron kok boleh?” tanya Topan.

“Ya, namanya juga sinetron. Di sinetron juga ada anak lelaki kayak kamu, terus saking nurutin sinetron dia dikutuk ibunya jadi ember. Apa kamu percaya?”

“Percaya. Makanya aku selalu hati-hati memakai ember di rumah. Siapa tahu itu adalah salah satu kakakku yang tidak kukenal yang pernah dikutuk ibuku,” timpal Topan.

Mimi jadi gemas dengan tanggapan Topan. Ya, Topan tidak bisa diubah lagi hanya dengan kata-kata. Harus ada tindakan yang lebih nyata.

Dua hari kemudian Mimi kembali bermain ke halaman belakang rumah Topan. Kali ini Mimi membawa selembar kaos singlet miliknya.

“Hai Topan, sekarang aku pecaya kalau kaos kakimu itu memang benar-benar ajaib,” kata Mimi.

“Maksudmu?” Topan bingung.

“Iya, ternyata bukan hanya kaos kaki. Kaos singlet pun bisa punya keajaiban. Lihat ini! Inilah kaos singlet ajaib!” seru Mimi sambil mengacungkan kaos singlet belel miliknya. Sudah ada beberapa bagian yang bolong.

Topan terpana melihat Mimi memamerkan singlet belel. Muka Topan mirip anak sapi yang melihat ibunya tiba-tiba berubah menjadi panda.

“Apa buktinya kalau singlet butut itu punya keajaiban?” tanya Topan.

“Oh tentu saja ada. Semalam dia membocorkan sebuah rahasia padaku,” ucap Mimi serius.

“Rahasia apa?” tanya Topan.

“Di atas genteng rumahmu ada sesuatu yang berharga,” kata Mimi.

“Oh ya?” Topan buru-buru mengambil tangga bambu. Ditaikinya tangga itu sampai mencapai atap rumah. Tak lama kemudian ia berteriak. “Ya, ternyata betul!”

“Betul kenapa?” tanya Mimi.

“Aku menemukan pasangan dari kaos kakiku yang hilang. Pasangan kaos kaki ajaibku! Aku sudah lama mencari-carinya. Ternyata terbawa angin ke atap.”

“Syukurlah kalau begitu!” Mimi juga bingung. Sebenarnya dia sama sekali mengarang soal seasuatu yang berharga itu. Mimi malah berharap Topan tidak menemukan apa-apa. Sehingga Topan sadar bahwa kejaiaban kaos singlet itu hanya bualan, sama seperti kaos kaki ajaibnya.

Setibanya di tanah, Topan terus melonjak-lonjak girang sambil masuk ke adalam rumah. Tak lama kemudian yang keluar justru Bu Ubay dengan muka kusut.

“Kenapa kelihatan pusing. Bu Ubay?” tanya Mimi.

“Itu si Topan menemukan pasangan kaos kakinya. Padahal ibu sudah sengaja membuangnya ke atas biar tidak ditemukan Topan. Biar tidak dipakai dia lagi,” kata Bu Ubay.

“Hah, kenapa sih memangnya?” Mimi penasaran.

“Kaos kaki itu hadiah sewaktu Topan menang lomba balap karung tahun lalu. Karena cuma satu-satunya kaos kaki itu yang pernah menjadi hadiah lomba baginya, maka terus-terusan dia pakai. Sampai butut masih mau dipakai. Ibu kan malu. Makanya Ibu sengaja buang sebelah,” jelas Bu Ubay.

“Ya, tapi jadinya Topan kan nggak menyangka punya kaos kaki ajaib lagi, menurutku itu lebih menakutkan,” kata Mimi.

“Ah itu hanya akal-akalan dia saja. Biar semua orang ngasih perhatian sama dia,” kilah Bu Ubay sambil garuk-garuk kepala.

Kali ini Mimi jadi ketularan garuk-garuk kepala. Sebelum kepalanya bertambah pusing Mimi kembali ke rumah. Keesokan harinya, pusing di kepalanya bukannya hilang, malah semakain berat. Tiba-tiba saja semua orang bertanya, “Mimi, kamu punya kaos singlet ajaib ya? Katanya bisa menemukan benda-benda berharga kita yang hilang ya?”

Aaaaaargggghhhh….

Mimi benar-benar menyesal ikut campur, sok ingin menyelesaikan masalah temannya!

^-^

#1 : Princess Pyaara



Princess Pyaara



oleh Benny Rhamdani

Matahari masih malu-malu bersinar ketika Princess Pyaara menapaki taman istana tanpa alas kaki. Kegemaran Princess Pyara setiap pagi memang merasakan embun di rerumputan. Sesekali jarinya menentuh embun yang menetes di dedaunan.

"Auw, tolooong!"

Princess Pyaara terkejut mendengar suara jeritan minta tolong di dekatnya. Mata Princess Pyaara langsung mencari sumber suara. Aha! Akhirnya, ia menemukan seekor anak burung yang tergeletak dekat pohon flamboyan.

"Hai burung kecil, apa yang terjadi denganmu?" tanya Princess Pyaara sambil memindahkan anak burung itu ke telapak tangannya.

"Aku terluka. Ada burung elang yang mengejarku," kata burung kecil itu lirih.

"Burung elang?" Princess Pyaara langsung mengedarkan matanya ke sekeliling.

Ya, di sebelah utara dia melihat seekor elang sedang memutar-mutari angkasa.

"Kalau begitu, kamu ikut saja denganku."
Princess Pyaara membawa burung kecil yang terluka itu ke kamarnya. Dia meminta beberapa dayang-dayang membuatkan tempat tidur yang empuk bagi burung kecil. Princess Pyaara kemudian mengobati luka burung kecil, kemudian memberinya buah-buahan segar.

"Terima kasih, Princess yang baik. AKu tidak tahu bagaimana bisa membalas kebaikanmu," ucap burung kecil itu setelah menghabiskan buah berry yang disediakan.

"Istirahatlah dulu sampai keadaanmu membaik. Bila sudah pulih, kamu boleh pergi kembali ke tempatmu. Bila lemah, kamu akan mudah dimangsa elang nanti," timpal Princess Pyaara.

Burung kecil itu pun mengangguk. Dia berbaring di tempat tidur yang dibuatkan khusus untuknya. Setelah burung itu tampak terlelap, Princess Pyaara meninggalkan burung itu sendirian di kamarnya.

Princess Pyaara kembali pergi ke taman. Baru beberapa saat Princess Pyaara duduk di bangku taman, tiba-tiba dia mendengar suara teriakan serak di belakangnya.

"Princess, mengapa burung kecil tadi dibawa ke dalam istana?" tanya suara itu.

Princess Pyaara menoleh. Dilihatnya seekor elang bertengger di dahan pohon, tak jauh darinya.

"Hai Elang, bukankah kamu tadi melukai burung itu? Karena dia terluka, maka aku menolongnya. Dia kuobati dan kuberi makan. Sekarang dia sedang tertidur di kamarku," kata Princess Pyaara.

"Mengapa Princess menolong burung itu? Apakah Princess mengenalnya?" tanya elang itu lagi.

"Aku memang tidak mengenalnya. Tapi aku harus menolong mahkluk yang sedang kesuasahan siapapun itu. Entah aku mengenalnya atu tidak," jawab Princess Pyaara.

"Bagaimana jika burung kecil yang Princess tolong itu bermaksud jahat?" tanya elang lagi.

"Apa maksudmu? Bukankah kamu yang bermaksud jahat terhadapnya?" Princess Pyaara membalikkan pertanyaan.

"Pasti itulah yang dikatakannya. Dengarlah, Princess. Aku sudah lama tinggal di sekitar istana, mengawasimu setiap saat.Aku terkesan dengan kebaikanmu. Karena itu, aku berusaha mengusir makhluk-makhluk yang bermaskud jahat terhadapmu. Termasuk brung kecil itu. Sebenarnya tadi pagi aku bermaksud mengusir burung itu jauh dari sekitar istana ini," jelas elang.

Princees Pyaara jadi bingung. Siapa yang harus dipercayainya? keduanya saling menjelekkan satu sama lain. Kalau melihat dari penampilan, jelas burung kecil itu sangat tidak mungkin berbuat jahat terhadapnya. Apa yang bisa dilakukan burung kecil itu? sedangkan elang bertubuh besar dan kuat. Cakarnya tajam. Jelas dia lebih pantas jika disebut punya maksud jahat.

"Jika Pincess tidak percaya, cobalah kembali ke kamar untuk memeriksa keadaannya. jangan lupa memeriksa kotak perhiasan Princess, karena aku tahu burung itu adalah milik seorang pencuri terkenal, si Tangan Berkait. Burung itu telah dilatih untuk mencuri perhiasan-perhiasan berharga," jelas elang lagi.

Walaupun agak sedikit ragu, Princess Pyaara kembali ke kamarnya. Jantungnya berdetak keras ketika dia tak menemukan burung kecil di tempat tidur yang dibuatkan khusus.Buru-buru Princess Pyaara melihat kotak perhiasan miliknya.

Benar saja! Kalung permata paling berharga miliknya telah hilang dicuri! Princess Pyaara segera memanggil kepala pengawal istana. Dia segera melaporkan pencurian yang telah dilakukan seekor burung kecil. Akhirnya, para pengawal istana sibuk mencari-cari burung kecil itu di dalam istana. Ya, karena belum terlalu lama, mereka yakin burung itu masih berada di dalam istana.

Sementara para pengawal mencari burung kecil itu, Princess Pyaara menemui kembali elang di taman.

"Kamu benar, elang. Burung kecil itu benar-benar licik. Dia pura-pura lemah, lalu setelah kutolong dia mencuri perhiasanku," keluh Princess Pyaara gemas.

"Princess, aku bisa membantumu menemukan tempat si Tangan Berkait. Perhiasan yang hilang itu pasti sudah dibawa burung kecil itu ke tempat si Tangan Berkait. Tapi ... Princess harus berjanji satu hal jika perhiasan Princess berhasil ditemukan," kata elang itu.

"Ya, aku berjanji akan memberimu hadiah. Apa pun yang kamu minta," kata Princess Pyaara.

"Hadiahnya adalah ... aku minta Princess nanti memaafkan kekhilafan si burung kecil itu. Percayalah, burung kecil itu berbuat jahat karena dia dididik menjadi makhluk jahat. Jika dia diajarkan hal-hal yang baik, tentu dia tak akan menjadi burng yang jahat," kata Elang.

Princess Pyaara termenung sesaat. Hadiah yang diminta elang ternyata bukan perhiasan atau makanan. Oh, betapa tulusnya hati elang itu.Di balik wajahnya yang sangar, tersimpan kelembutan di hatinya.

"Ayolah, Princess! Panggil pengawal terbaik Princees untuk ikut denganku ke tempat si Tangan Berkait, sebelum dia pergi jauh," kata elang itu.

Tak lama kemudian empat pengawal terbaik berangkat naik kuda mengikuti jejak elang terbang. Mereka kemduian sampai di sebuah gua yang dipenuhi aneka binatang kecil. Ada burung, tupai, tikus, kelinci, bahkan hamster. Mereka semua dididik mencuri oleh penjahat dengan tangan berkait baja.

Para pengawal itu dengan mudah meringkus Tangan Berkait dan menyeretnya ke sel penjara.Semua makhluk yang menjadi pengikut Tangan Berkait kemudian dibawa ke sebuah tempat yang lebih bersih dan nyaman. Mereka dilatih oleh seorang guru khusus agar makhluk-makhluk itu senantiasa berbuat kebajikan.

Princess Pyaara senang karena perhiasan berharganya telah kembali.Dia memaafkan kekhilafan burung kecil itu. Malah, beberapa waktu kemudian Princess Pyaara berteman dengan burung kecil itu dan tentu saja si elang yang baik hati. Mereka setiap pagi terlihat bermain bersama di taman istana.

^-^